Juli 2004, aku mulai
masuk sekolah di SMP X . Itu satu-satunya sekolah menengah pertama di desaku,
maklum desa terpencil. Kendaraan yang lewat pun
sangat jarang. Meskipun fasilitas
di sekolah itu sangat kurang,
namun siswanya lumayan pintar, bahkan ada yang pernah mengikuti lomba
sains tingkat provinsi. Aku sangat
senang karena bisa sekolah di tingkat yang lebih tinggi dan aku pun mendapatkan banyak teman baru. Awalnya
aku sangat malu, maklumlah anak-anak sedang beranjak remaja. Kelakuan sewaktu
SD masih terbawa. Oh ya, namaku feby.
Tahun pertama aku
menjalani hari-hariku di SMP, semuanya terasa menyenangkan. Apalagi aku sudah
mendapatkan seorang sahabat yang baik kepadaku, namanya Mifda. Namun bukan cuman
Mifda, aku mempunyai banyak sahabat. Kita membentuk sebuah genk kayak di film-film gitu. He.he. Nama
genknya itu compact girls yang terdiri dari 6 orang yaitu, aku, Mifda, Juniar, Mira, Ayu, Winda. Namun,
aku biasanya sering bersama Mifda. Jika aku mempunyai sahabat, aku pun
mempunyai rival di sekolah yaitu genk
cowok. Aku tidak tahu apa nama genknya, yang jelas ada dua orang yang paling
aku benci yaitu Andi dan Andri. Mereka itu sungguh menyebalkan. Tiap hari tak
henti-hentinya mereka mengerjai aku. Waktu pertama kali masuk sekolah, Andri
menaruh permen karet di tempat dudukku, sampai rok aku robek. Mereka hanya
tertawa sepuasnya melihat aku menderita. Namun aku tidak diam begitu saja, aku
membalasnya dengan mengejarnya sampai aku bisa memukulnya dengan puas.
Suatu hari aku
bersama Mifda, Andi dan Andri sedang melakukan permainan yang biasa kami
lakukan yaitu saling mengejek lewat tulisan-tulisan di kertas. Saat itu
pelajaran agama, aku melemparkan kertas yang berisi ejekan pada Andi. Sialnya
kertas itu jatuh tepat di depan guru agama. Akhirnya kami berempat disuruh
kedepan dan membacakan semua tulisan yang ada di kertas itu dengan keras.
Sungguh aku sangat malu, semua
teman-temanku menertawakanku bahkan yang lebih parah lagi, kami dihukum membersihkan
WC di sekolah. Sepulang sekolah, aku pun bersama Mifda tinggal untuk
membersihkan WC. Tentunya bersama Andi dan Andri. Aku pun sempat bertengkar dengan
Andi.
“Ini semua
gara-gara kamu”, serangku pada Andi.
“Apa? Kamu sadar
tidak kalau ini semua kamu yang mulai”, balas Andi.
“Sudahlah tidak
usah dipermasalahkan, lebih baik kita cepat menyelesaikan tugas kita”, tukas Andri.
Kami pun
melanjutkan membersihkan WC yang sangat bau itu. Dua jam telah berlalu,
akhirnya semua sudah bersih. Aku sangat senang. Namun, mungkin karena terlalu
serius bekerja, aku baru sadar kalau
ternyata Andri dan Mifda tidak ada. Hanya ada aku dan Andi.
“Hey, kamu
lihat Mifda?“, tanyaku pada Andi
“Kamu nanya sama
siapa ya? Sama tembok?”, cetus Andi.
“ Sama kamu lah, memang ada orang lain selain
kita diruangan ini?”.
“Tuh si Andr……..”,
putus Andi.
“ ha,ha,ha, memang
kamu lihat si gendut itu disini”, tawaku.
“Aku tahu, pasti kamu sengaja menyuruh mereka
pulang supaya kamu bisa berdua denganku disini, iya kan?”
“Apa? PD banget kamu.
Tiba-tiba suara
petir menggelegar, langit menghitam pertanda akan hujan. Tanpa sadar aku
memeluk Andi. Aku sangat takut jika mendengar suara petir.
“ Maaf”, kataku
pada Andi. Aku langsung melepaskan pelukanku.
Jam sudah
menunjukkan pukul lima sore, namun aku
dan Andi masih terkurung di WC itu. Ternyata Mifda dan Andri menguncikan
aku dan Andi di WC. Sungguh sial. Aku sudah berusaha mencari jalan keluar, namun
belum ada hasilnya. Pintu terkunci sangat rapat dan tentunya tidak ada jendela
di WC, yang ada hanya ventilasi udara,
itupun sangat susah untuk dibuka karena besi penguncinya sudah berkarat. Aku
melihat keluar lewat ventilasi udara, ternyata hari sudah mulai gelap. Aku
mulai takut, apalagi sudah mulai terdengar suara-suara aneh yang sungguh
menyeramkan. Aku melihat Andi, dia hanya
terdiam di dekat pintu dengan wajah
pasrah.
“Kamu usaha dong,
supaya kita bisa keluar, aku lelah di sini terus, mana bau lagi”, cetusku.
“Sia-sia saja,
tidak akan ada jalan keluar “, pasrah Andi.
“Apa? Kamu cari
cara dong, aku tidak mau lama-lama di sini apalagi sama kamu”.
“Kamu bisa diam?
Kamu kira aku juga mau berlama-lama disini bersama kamu.”
Aku pun diam dan
duduk disamping Andi. Tiba-tiba aku mulai merasakan sekujur tubuhku dingin dan aku pun bersin-bersin. Pasti gara-gara tadi aku
bermain air, akhirnya masuk angin. Aku memperhatikan Andi, dia malah keasyikan
tidur disaat situasi seperti ini. Aku mulai jengkel namun aku juga merasa ngantuk,
seluruh badanku sakit dan akhirnya aku tertidur.
Dua jam kemudian
aku terbangun dan merasakan sekujur tubuhku menggigil, kepalaku pusing dan
mataku berkunang-kunang. Andi terbangun mendengar rintihanku.
“Kamu kenapa?”,
Tanya Andi.
(Aku hanya
menggeleng)
“Kamu sakit?”,
sambil menempelkan tangannya dikeningku.
“Kamu pake
jaketku”.
(Andi pun
memasangkan jaketnya kebadanku yang mulai panas)
Tiba-tiba kami
mendengar suara derap langkah sesorang. Andi segera berteriak meminta tolong.
Pintu pun dibuka dan ternyata yang datang itu adalah penjaga sekolah. Akhirnya
kami bisa bernafas lega. Namun semenjak penjaga sekolah itu masuk, aku sudah
tidak sadarkan diri.
***
Keesokan harinya,
aku terbangun dan melihat kalau aku
sudah berada dikamarku. Kepalaku masih terasa pusing dan sekujur tubuhku terasa
sakit. Mama datang menghampiriku sambil membawakan segelas susu dan sepotong
roti.
“Jangan bangun dulu
sayang, kamu masih lemes”, kata mama
“Aku tidak apa-apa Ma.
Bagaimana aku bisa ada disini, seingatku kemarin aku terkunci di WC sekolah
bersama Andi”, Tanyaku pada mama.
“Iya sayang,
kemarin kamu pingsan dan Andi yang membawamu pulang kerumah. Ya sudah, kamu
istirahat saja”.
***
Sejak kejadian lima
hari yang lalu bersama Andi. Aku jarang bertengkar lagi dengan dia, bicara saja
tidak pernah. Aku ingin berterima kasih kepadanya, tetapi aku malu.
Teman-temanku terkadang menggodaku. Mereka kaget melihat aku dan Andi saling
diam yang biasanya tiap hari selalu bertengkar. Aku juga bingung, tenyata Andi
bisa baik juga. Dia mengantarkan aku pulang. Aku jadi mikir apa dia suka sama
aku ya? Ah, tidak mungkin. Tiba-tiba Mifda datang membuyarkan lamunanku.
“Hey, ada yang lagi
jatuh cinta nih”, ejek Mifda
“Ih, apa sih?”,
jawabku
Aku hanya tersenyum
mendengar ucapan Mifda. Apa benar aku
jatuh cinta kepada Andi. Apa ini yang
dinamakan cinta, ketika aku selalu memikirkan dia. Ah, aku jadi bingung dengan
perasaanku sendiri. Ini semua sulit
untuk diartikan, baru pertama kali aku merasakan hal seperti ini.
Waktu berlalu
begitu cepat dan kini sebentar lagi aku akan menghadapi ujian akhir. Ada hal
yang sama sekali tidak aku duga. Aku dan Andi sudah baikan dan tidak menjadi
musuh lagi, bahkan sekarang kita sering belajar
bersama. Kita sekarang begitu dekat.
Ternyata benci dan cinta itu beda tipis ya. Ah, entah apa yang aku
pikirkan sekarang. Apa aku berfikir bahwa aku kini telah jatuh cinta kepada Andi.
Perhatian dia kepadaku semenjak kejadian setahun yang lalu membuat aku yakin
kalau dia pun merasakan hal yang sama.
“Kok senyum-senyum sendiri?”, tanya Andi.
“Tidak apa-apa”,
jawabku.
“Ayo ngaku,
jangan-jangan kamu lagi jatuh cinta. Apa sih namanya itu? first love,,, he,he”, goda Andi.
“Apa sih kamu.
Memang kamu sudah merasakan yang namanya
cinta pertama, Ndi?”
“Sepertinya sudah, aku pulang dulu ya.
Sudah sore”.
Aku
jadi semakin yakin kalau Andi juga jatuh cinta sama aku. Oh senangnya
hatiku. Beginikah rasanya cinta pertama.
Terasa berbunga-bunga.
Hari yang mendebarkan akhirnya tiba. Aku sudah sangat siap menghadapi ujian akhir
ini dan berharap bisa lulus dengan nilai
yang memuaskan dan harapanku pun terkabul. Aku lulus dengan
nilai yang memuaskan. Begitu
pun dengan Andi.
Aku bahkan sempat memeluknya
karena sangat senang, akhirnya dapat
menyelesaikan satu lagi tingkat pendidikan.
Aku merayakan kelulusanku
bersama sahabat-sahabatku, compact girls.
Andi bersama teman-temannya juga ikut
bergabung. Aku senang kini sudah tidak ada lagi permusuhan. Akhirnya, ini semua
berujung bahagia. Namun ada satu hal
lagi yang belum aku
tahu yaitu perasaan Andi padaku. Meski
aku sudah yakin kalau dia juga
menyayangiku, tetapi aku ingin mendengar langsung darinya kalau dia merasakan hal yang sama
seperti yang aku rasakan. Aku pun memberanikan
diri untuk menanyakan perasaannya padaku. Aku
tahu kalau ini begitu nekat, tetapi
aku sudah tidak sabar ingin tahu mengenai perasaan Andi.
“Andi, aku ingin
menanyakan sesuatu kepadamu”, kataku
“Ada apa feb”?,
tanya Andi.
“Sebenarnya cinta
pertama yang kamu maksud kemarin itu siapa?”
“Kenapa kamu
menanyakan hal itu?”, tanya Andi
“Aku….. Aku mau
bilang kalau aku sayang sama
kamu, Ndi. Aku tahu ini bodoh.
Tapi aku juga bingung dengan
perasaanku sendiri. Aku selalu ingin dekat dengan kamu”
“Apa? tapi,,,,”
“Tapi kenapa Ndi?
Kamu juga merasakan hal yang sama kan.”
“Maafkan aku Feb,
aku selama ini menganggap kamu sebagai
sahabat aku. Tidak lebih.”, sesal Andi.
“Apa? jadi
selama ini kamu hanya
menganggap aku sekedar sahabat”
Air mataku mulai menetes, aku segera lari
meninggalkan Andi.
“Tunggu, Feb“,
teriak Andi.
Aku sudah tidak mempedulikannya lagi. Aku ternyata salah selama ini, aku
kira kalau Andi juga mencintaiku, tetapi
ternyata tidak. Aku sungguh tidak bisa menerima semua ini. Kenapa disaat
aku merasakan cinta pertama, aku pun harus merasakan sakit. Sungguh sakit. Aku hanya bisa menangis dan menangis.
***
Hari berganti hari,
bulan ke bulan, tahun ke tahun. Kejadian lima tahun yang lalu itu masih
teringat jelas dibenakku. Kini aku tahu kalau ternyata Andi memang tidak
mencintaiku. Dia mencintai orang lain. Namun yang menyakitkanku adalah dia
mencintai sahabatku sendiri, Juniar. Aku tahu dari informasi teman-teman
lamaku. Aku sungguh tidak menyangka kalau selama ini juniar juga menaruh hati
pada Andi dan dia tidak berani untuk mengatakannya, karena dia menghargai aku.
Kalau diingat lucu juga ya. Aku dengan konyolnya menyatakan cinta pertamaku
pada Andi, yang ternyata bertepuk sebelah tangan.
Sekarang aku sudah mempunyai
seseorang yang sangat mencintaku, meski
tidak bisa membohongi perasaanku sendiri kalau
sampai sekarang ternyata
belum bisa melupakan Andi. Apa
benar “first love never dies”?
Oh tuhan tolonglah aku
hapuskan
rasa cintaku
aku pun ingin bahagia
walau tak bersama dia
Lagu Judika yang ku
putar lewat laptopku, mengiringi tidurku menuju ke alam mimpi, memimpikan
sesuatu yang mustahil untuk menjadi kenyataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar